Senin, 07 Maret 2011

Renungan Cinta Untuk Pecinta Alam

Cinta…
Apa iya harus didefinisikan? Kadang-kadang kita sering terjebak pada persoalan redaksi, tapi hal yang lebih penting justru diabaikan. Sama halnya ketika kita diminta untuk mendefinisikan cinta agar kita paham dan tau, padahal kita keliru karena itu adalah masalah perasaan dan benar-benar komitmen dari hati yang akan lebih jelas maknanya saat hal tersebut dirasakan dan diaplikasikan ketimbang harus menjelaskan dengan sejuta kata-kata yang pada akhirnya hanya simbol belaka.

Sama halnya ketika kita adalah seorang pencinta alam, sebenarnya tindakan apa yang sudah kita lakukan terhadap alam ini sehingga dengan bangganya kita menyebut diri pencinta alam yang pada faktanya kita lebih banyak mengeksploitasi dan mengabaikan pelestariannya, kita lebih sering menikmatinya saja lalu masa bodoh ketika ada yang merusaknya, atau bahkan tanpa sadar kita juga telah sering melukai dan menyakitinya ketimbang berpikir atau melakukan sesuatu untuk menjaganya.

Hal yang lebih buruk lagi ketika terjadi bencana alam, kita dengan tanpa merasa bersalah, turut merasa prihatin atas apa yang terjadi dan hanya sebatas itu, bukannya meneyesali kenapa kita tidak mencegahnya agar tidak terjadi. Lalu bukti cinta kepada alam itu mana jika kenyataannya seperti itu…harusnya!
Kita malu ketika kita menyandang nama sebagus itu tapi tindakan kita justru jauh dari nama itu. Apalagi kalo ada celetukan yang terdengar simple sebenarnya tapi cukuplah membuat tersinggung kalo memang masih punya perasaan, “gimana mo ngurus alam atau peduli sama alam, sama diri sendiri aja gak becus…” (ironis banget kan…) jika memang sudah seperti ini keadaannya, yang jadi pertanyaan kemudian adalah apa sebenarnya motivasi kita menyebut diri pencinta alam atau tergabung pada kominitas-komunitas pencinta alam seperti KPA, MAPALA, SISPALA dan sejenisnya.

Apa hanya karena hal itu populis jadi pengen ikut-ikutan populer atau buat gaya-gayaan aja… buat sekedar “label” aja. sangat memprihatinkan… wajar kemudian jika banyak yang memandang sebelah mata terhadap keberadaan pencinta alam, karena memang tindakan-tindakan konkritnya sebagaian besar sudah melenceng dari yang seharusnya.

Beberapa waktu lalu aku diberi sebuah biji kalpataru sebagai kenang-kenangan, dan seorang kawan menjelaskan tentang makna tiga ruas yang selalu ada pada setiap biji kalpataru, “itu merupakan simbol tentang Tiga Hal, yaitu: Hubungan manusia dengan Sang Pencipta, Hubungan manusia dengan Sesamanya dan Hubungan manusia dengan Alam” jelasnya padaku saat itu.

Menurutku Tiga hal tersebut yang sangat penting harus dimiliki pencinta alam, ketika benar-benar dirinya memliki tanggung jawab moral atas nama yang disandangnya dan mau memberikan bukti nyata atas rasa cintanya terhadap alam ini, sehingga cinta tidak lagi hanya sebatas definisi kata-kata ataupun redaksi untuk dipahami tapi juga aktualisasi dalam setiap tindakan yang dilakukan sebagai bukti nyata dan bukan sekedar “label”.

3 komentar:

  1. .........ni ane' kagak ngerti gan...!!

    .ape' yang agan tulis....!!

    BalasHapus
  2. ........wao....!!

    apalagi ane'......!!

    ........masih NEWBEE..............,Gan...!!
    >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

    BalasHapus
  3. “Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata kata”.

    BalasHapus